Pada suatu hari, sang ibu menakut-nakutinya dengan salah satu pamannya (dari ibu) yang dia takuti di masa lalu. Namun, justru dia memaki-maki pamannya dan menantang akan melakukan sesuatu terhadapnya. Kemarahannya tambah memuncak dan melempar ibunya dengan sepatu yang mengenai punggung ibunya.
Ibunya pun mulai menangis karena perbuatan anaknya yang durhaka. Dia mendoakan kecelakan atasnya. Seketika pada hari berikutnya, tatkala pemuda itu bangun dari tidur, dia mendapati dirinya tidak dapat menggerakkan tangan kanannya (karena lumpuh).
Pemuda itu menutup pintu kamarnya menyendiri, siang dan malam selalu menangisi apa yang pernah dia perbuat terhadap kedua orang tuanya. Ibunya pun merasa kasihan. Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan, kecuali berdoa kepada Allah Ta’ala agar menyembuhkan belahan hatinya. (Aqibah Uquq al-Walidain, hal. 99-100)
Sumber: Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup Tapi Tidak Meraih Surga, karya Ghalib bin Sulaiman bin Su’ud al-Harbi. Edisi terjemah cet. Pustaka Darul Haq Jakarta. (alsofwah.or.id)